Makalah
Tentang
Strategi Rasulullah Dalam Membangun
Kekuatan Politik,Dakwah, dan Ekonomi Di Madinah
Oleh : Nikken
Kartika Dewi (20)
VIII-G
Dakwah Nabi
Muhammad SAW Periode Madinah
BAB I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Kondisi
bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama di sekitar Mekah masih diwarnai
dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan, yang dikenal dengan istilah paganisme.
Selain menyembah berhala, di kalangan bangsa Arab ada pula yang menyembah agama
Masehi (Nasrani), agama ini dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Di
samping itu agama Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan
Madinah, serta agama Majusi (Mazdaisme), yaitu agama orang-orang Persia.[1]
Demikianlah
keadaan bangsa Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW. yang membawa Islam
di tengah-tengah bangsa Arab. Masa itu biasa disebut dengan zaman Jahiliah,
masa kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, bukan dalam hal lain seperti
ekonomi dan sastra karena dalam dua hal yang terakhir ini bangsa Arab mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Di lingkungan inilah Nabi Muhammad SAW.
dilahirkan, disinilah beliau memulai untuk menegakkan tonggak ajaran agama
Islam, di tengah-tengah lingkungan yang sudah bobrok dan penuh kemaksiatan.
Meskipun diwarnai dengan berbagai rintangan yang terus mendera. Namun, beliau
tetap teguh dalam menyebarkan agama baru, yakni agama Islam kepada masyarakat
Arab ketika itu.
Fase
kenabian Nabi Muhammad SAW. dimulai ketika beliau bertahanus atau menyepi di
gua hira, sebagai imbas dari keprihatinan beliau melihat keadaan bangsa Arab
yang menyembah berhala. Di tempat inilah beliau menerima wahyu yang pertama
kali, yaitu Al-‘Alaq ayat 1-5, maka Nabi Muhammad SAW. telah di angkat menjadi
Nabi, utusan Allah. Pada saat itu, Nabi Muhammad SAW. belum diperintahkan untuk
menyeru kepada umatnya, namun setelah turun wahyu yang kedua, yaitu surah
Al-Muddatstsir ayat 1-7, Nabi Muhammad SAW. di angkat menjadi Rasul yang harus
berdakwah. Dalam hal ini dakwah Nabi Muhammad SAW. dibagi menjadi dua periode,
yaitu:
- Periode Mekah, ciri pokok dari periode ini, adalah pembinaan dan pendidikan tauhid (dalam arti luas),
- Periode Madinah, ciri pokok dari periode ini adalah pendidikan sosial dan politik (dalam arti luas).
- B. Rumusan Masalah
- Apa pengertian dari hijrah serta apa yang menjadi tujuan Rasulullah SAW beserta umat Islam berhijrah?
- Bagaimana dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah?
- Bagaimana strategi dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada periode Madinah?
BAB II
PEMBAHASAN
- A. Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam Berhijrah
Setidaknya
ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama hijrah
berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT.
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang diperintahkan Allah SWT dan
diridhai-Nya. Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir
(non-Islam), karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman,
dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Kemudian umat Islam di negeri kafir itu berpindah ke negeri Islam agar
memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.[2]
Arti
kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam,
yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama
hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan
hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah ke Yastrib adalah:
- Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafir Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
- Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam).
Arti
ayatnya : “Dan orang-orang yang berhijrah Karena Allah sesudah mereka dianiaya,
pasti kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. dan
Sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui,
(yaitu) orang-orang yang sabar dan Hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.”
Rencana
hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW.
dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus dan Khazraj saat di Mekkah yang
terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga Kaum Quraisy pun merencanakan untuk
membunuh Nabi Muhammad SAW. Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku.
Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan
itu terdengar oleh Nabi SAW., sehingga Ia merencanakan hijrah bersama
sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala hal yang
diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib
diminta untuk menggantikan Nabi SAW. menempati tempat tidurnya agar kaum
Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.
Pada
malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW. keluar dari
rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi
SAW. menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari
Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah.
Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman.
Pada
malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi SAW
sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari
persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh
Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan
sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW. bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri
pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh orang.
Setelah
7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang
jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa
hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi SAW
membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah
masjid pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.
Tak
lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu penduduk
Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan
perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di
Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke
arah Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.
Akhirnya
waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka
mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan
menyanyikan lagu Thala’ al-Badru, yang isinya:
“Telah
tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ’i (celah-celah bukit). Kami wajib
bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang yang diutus
kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati. Setiap orang
ingin agar Nabi SAW. singgah dan menginap di rumahnya.”
Tetapi
Nabi SAW hanya berkata,
“Aku
akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak
hatinya.”
Ternyata
unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di
depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah
Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW
tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun
rumah untuknya.
Sejak
saat itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota nabi).
Orang sering pula menyebutnya Madinatul al-Munawwarah (kota yang
bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.[3]
- B. Dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah
Setelah
tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin
penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan
periode Makkah, pada periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik. Ajaran
Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi
Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga
sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua
kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai
Rasul secara otomatis merupakan kepala Negara.
Dakwah
Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari
semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya
Rasulullah SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi
dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran
Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga
ajaran Islam yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah.
Adapun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial
kemasyarakatan.
Mengenai
objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah
masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar. Juga orang-orang yang
belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar
kota Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah
SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk seluruh
umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’, 21:107)
Dakwah
Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat
Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang
diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang
bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan
usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk
masyarakat madani di Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam
bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari
ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang
senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera
di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji,
menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan
kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang
tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang
lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari
muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi
Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam
surah Al-Hajj ayat 39 dan Al-Baqarah ayat 190, maka kemudian Rasulullah SAW dan
para sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang
kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi.
Artinya: “Telah
diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah,
benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39).
Artinya:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah, 2:190)
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya
itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan
perang, tetapi bertujuan untuk:
- Membela diri dan kehormatan umat Islam.
- Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya.
- Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Setelah
Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negara yang merdeka
dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan
memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia,
tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas
dan khawatir kekuaan mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan
bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan menghancurkan umat Islam dan
agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi dan Persia tersebut, Rasulullah
SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara
umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu diantaranya perang Mut’ah, perang Tabuk,
perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyah, perang
Hunain.[4]
- C. Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW. Periode Madinah
Pokok-pokok
pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
- Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
- Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 125.
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl, 16: 125)
- Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali
Imran, 3: 104)
- Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat
Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok
pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya
meneladani strategi Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam atau
masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat
Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran Islam
pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun
tayyibatun wa rabbun ghafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram,
damai, adil, dan makmur di bawah naungan ridha Allah SWT dan ampunan-Nya.[5]
Usaha-usaha
Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:[6]
- Membangun Masjid
Masjid
yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid Quba,
yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada
tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah
Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi
Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid
kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid
Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin
dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan
peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat
terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a.
dan Ali bin Abu Thalib r.a.
Mengenai
fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
- Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak.
- Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat Tarawih, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
- Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadis.
- Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan.
- Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
- Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir.
- Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin
adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah.
Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang memberikan
pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah
SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang
mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang
tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan
mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab
(seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya
orang Ansar.
Rasulullah
SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi Thalib sebagai saudaranya. Apa
yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:[7]
- Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
- Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
- Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar).
- Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
Demikianlah
seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah
hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya
seperti saudara senasab.
Persaudaraan
secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil sesama
Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka
saling mencintai, saling menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong-menolong
dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum
Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin berupa tempat
tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum Muhajirin
tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah
agar dapat hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu
Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum
Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian oleh
Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut Suffa
dan mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan
mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong.
Kegiatan Ahlus Suffa itu antara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an
dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang
anatara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.
- Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah
Pada
waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga
golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani
Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam. Agar stabilitas
masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian
dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang
Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki
hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin
dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu
dari serangan luar.
Piagam
ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah yang muslim atau bukan
Muslim. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang
adil, membangun serta digrandungi oleh musuh-musuh Islam. Piagam ini dikenal
dengan sebutan Piagam Madinah.
Menurut
Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah
non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara lain
berisi:[8]
- Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan.
- Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama.
- Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah.
- Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana mestinya.
- Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan.
Pada
saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakatnya terbagi menjadi berbagai
kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin dan kelompok Anshar, Yahudi, Nasrani,
dan penyembah berhala.[9] Pada awalnya, mereka semua menerima kedatangan Nabi dan umat
Islam. Namun setelah masyarakat muslim berkembang menjadi besar dan berkuasa,
mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.
Untuk
mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba menata sistem sosial
agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk kalangan umat Islam, Nabi saw
telah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Sementara untuk kalangan
non muslim, mereka diikat dengan peraturan yang dirancang Nabi dan umat Islam
yang tertuang di dalam Piagam Madinah.
Pada
masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam, sehingga
masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan
keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga tampil
sebagai seorang Kepala Negara (khalifah).
Sebagai
Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap sistem politik
Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat
wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan
yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan
itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.
BAB III
TAMBAHAN
B. Kondisi Perekonomian
Bangsa Arab Pra-Islam
Leboun dalam bukunya Hadharat
al-Arab berkesimpulan bahwa tidak mungkin bangsa Arab tidak pernah
memiliki peradaban yang tinggi, apalagi hubungan dagang multilateral
berlangsung 2000 tahun lamanya. Bangsa Arab bukanlah bangsa bodoh yang senada
dengan gelar “Jahiliah” yang mereka sandang. Tapi dibalik gelar itu, justru
mereka telah menyimpan peradaban dan menyisakan berbagai aspek kemajuan
politik, ekonomi dan seni budaya.Gelar Jahiliah hanyalah sebatas kesalahpahaman
akidah mereka, sehingga merambat pada perilaku nista yang merajalela di dalam
aspek kehidupan dan pola pikir mereka .
Namun demikian harus diakui,
bangsa Arab adalah bangsa yang mempunyai tampuk peradaban dan kemajuan.
Bendungan raksasa Maarib warisan dari kerajaan Saba’ dan kerajaan Himyar di
Yaman, bagian selatan jazirah Arab adalah bukti nyata, dimana sangat memberikan
pengaruh yang sangat besar, selain sebagai sumber air untuk wilayah kerajaan,
juga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,terutama pada sektor
pertanian.
Pertanian salah satu pondasi
penting perekonomian bangsa Arab kala itu, sejak 200 tahun sebelum kenabian
Muhammad, mereka mengenal peralatan pertanian semi modern seperti alat bajak,
cangkul, garu, dan tongkat kayu untuk menanam.
Abdul Karim dalam bukunya
Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, mengklasifikasi sistem pertanian bangsa
Arab ke dalam tiga sistem, antara lain : sistem Ijarah (sewa-menyewa),
sistem bagi hasil produk (muzara’ah),dan sistem pendego (mudharabah).
Di samping itu, perdagangan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari aktivitas perekonomian bangsa Arab
pra-Islam. Pada masa pemerintahan Saba’, bangsa Arab menjadi penghubung
perdagangan antara Eropa dan dunia Timur. Setelah itu dilanjutkan dengan
pemerintahan Himyar yang terkenal dengan kekuatan armada niaga yang menjelajahi
Asia Selatan (India), China, Somalia dan Sumatera (Nusantara).
Kemajuan perdagangan lintas
negara kala itu pada awalnya dimungkinkan oleh sektor pertanian yang telah
maju. Kemajuan tersebut ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi
makro sektor ekspor-impor.
Setelah kerajaan Himyar jatuh,
jalur-jalur perdagangan didominasi oleh kerajaan Persia dan Romawi. Pusat
perdagangan bangsa Arab serentak kemudian beralih ke Makkah.Karena letaknya
geografisnya yang amat strategis, Makkah menjadi tempat persinggahan para
kafilah dagang yang datang dan pergi menuju ke kota pusat perniagaan. Di Makkah
telah tersedia pasar-pasar sebagai tempat pertukaran barang-barang antar para
saudagar dari Asia Tengah, Syam, Yaman, Mesir, India, Irak, Etiopia, Persia dan
Romawi.
Mengingat posisi Makkah berada
di suatu lembah yang tandus, maka yang menjadi sumber perekonomiannya adalah
perdagangan. Seiring dengan berjalannya waktu, perdagangan menjadi faktor
penentu utama hubungan sosial penduduk kota Makkah. Makkah disebut sebagai Ummul
Quro, yaitu sebuah pusat perniagaan besar yang menjadi urat nadi kehidupan
masyarakat Makkah. Pembangunan sektor spritual, keagamaan, dan kebudayaan
dibangun di atas prinsip bisnis, jual beli, dan untung rugi.
Karena itu, saudagar kaya
menjadi orang-orang yang sangat menentukan sekali dalam berbagai hal. Dari merekalah
aturan-aturan hukum dan tradisi yang berlaku dikeluarkan. Dari sinilah muncul
ketidakadilan, ketimpangan, kerakusan untuk meraup untung sebanyak-banyaknya,
yang pada gilirannya menjadikan kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin.
Musim haji adalah musim
perdagangan yang paling ramai. Pada saat itulah dibuka pasar-pasar Arab yang
terkenal, seperti Ukaz, Dzil-Majaz, Majinnah dan lain-lainnya. Di antara pasar
terbesar adalah pasar Ukaz. Ukaz adalah sebuah tempat perbelanjaan terlengkap
yang tidak hanya dikunjungi oleh orang-orang Quraisy, tetapi juga raja-raja dan
pangeran dari seluruh semenanjung Arab ikut pula menghadiri pasar Ukaz. Di Ukaz
terdapat mimbar khusus sebagai tempat adu kepiawaian para penyair Arab.
Di Ukaz terdapat pula tempat
penjualan budak-budak dari beraneka ragam ras, seperti budak Etiopia yang
hitam, budak Rum yang putih, budak Persia, dan banyak lagi yang berasal dari
India, Mesir dan Asia Tengah.Dengan demikian Ukaz menjadi lapangan empuk untuk
mengeruk keuntungan dari kalangan rakyat jelata.
Berdasarkan kesimpulan Ahmad
Amin bahwa apa yang berkembang di Makkah waktu itu merupakan pengaruh dari
budaya bangsa-bangsa sekitarnya yang lebih awal maju daripada kebudayaan dan
peradaban Arab. Pengaruh tersebut masuk ke jazirah Arab melalui beberapa jalur;
yang terpenting di antaranya adalah : (1) melalui hubungan dagang dengan bangsa
lain, (2) melalui kerajaan-kerajaan protektorat di Hirah dan Ghassan, dan (3)
masuknya misi Yahudi dan Kristen.
Tentang perindustrian dan
kerajinan, mereka adalah bangsa yang paling tidak mengenalnya. Kebanyakan hasil
kerajinan yang ada di Arab, seperti jahit-menjahit, menyamak kulit dan
lain-lainnya berasal dari rakyat Yaman, Hirah dan pinggiran Syam. Sedangkan
wanita-wanita Arab cukup menangani pemintalan. Tetapi kekayaan-kekayaan yang
dimiliki bisa mengundang pecahnya peperangan. Kemiskinan, kelaparan dan
orang-orang yang telanjang merupakan pemandangan yang biasa ditengah
masyarakat.
C. Strategi
Rasulullah Membangun Ekonomi Madinah
Makna hijrah bukan sekadar upaya
melepaskan diri dari cobaan dan cemoohan semata, tetapi disamping makna
itu hijrah juga dimaksudkan sebagai batu loncatan untuk mendirikan sebuah
masyarakat baru di negeri yang aman. Itulah mengapa Rasulullah mewajibkan
seluruh muslim yang di Makkah pada saat itu untuk melakukan hijrah bagi yang
tak berhalangan,agar ikut andil dalam usaha mendirikan masyarakat baru dalam
rangka menggalang kekuatan dan mengerahkan segala kemampuan untuk menjaga dan
menegakknya.
Sebagai pemimpin, Rasulullah telah
mengantongi langkah-langkah perencanaan untuk memulai intensifikasi pembangunan
masyakarakat. Maka dibangunlah sebuah masjid sebagai lokomotif pembangunan.
Eksistensi substansi masjid bukanlah sesuatu yang di dasarkan kepada idealisme
semata, yang hanya difungsikan sebagai tempat beribadah saja, tetapi memiliki
multifungsi, di antaranya sebagai tempat jual beli,karena ini merupakan
tuntutan realitas keadaan masyarakat waktu itu yang memerlukan struktur
perkonomian yang baru, karena struktur perekonomian yang ada dikuasai dan
dimonopoli sepenuhnya oleh orang–orang Yahudi dan diatur sepenuhnya oleh sistem
kapitalis Yahudi.
Namun dalam perkembangan
selanjutnya, dipindahkanlah aktivitas jual beli dari lingkungan masjid demi
menjaga kekhusyuan beribadah.Aktivitas jual beli ini difokuskan di pasar yang
diberi nama “Suqul Anshar“ atau pasar Anshar. Pasar ini dibangun oleh
Abdurrahman bin Auf, seorang hartawan yang kaya raya, atas arahan Rasulullah.
Pasar ini dikelola seratus persen oleh umat Islam sendiri berlokasi tidak jauh
dari pasar Yahudi. Semua orang Islam dihimbau untuk berjual beli dan melakukan
semua aktivitas perdagangan di pasar itu tanpa bekerjasama sedikitpun dengan
Yahudi dan tanpa terlibat dengan segala produk atau barang mereka.
Dari penjelasan di atas, nampak
bahwa Rasulullah telah menerapkan pola bisnis dengan persaingan yang sehat,
tanpa menggunakan wewenang kekuasaannya untuk menutup pasar Yahudi, mengingat
kedudukan Rasulullah pada saat itu adalah seorang pemimpin, tapi justru
Rasulullah sepenuhnya menyerahkan penilaiannya kepada masyarakat. Dan pada
akhirnya ekonomi Yahudi yang sudah ratusan tahun, gulung tikar dan bangkrut
bahkan mereka menjadi miskin dan akhirnya menutup pasar mereka.
Selain itu, ukhuwwah
islamiyah, persaudaraan sesama muslim, antara golongan Muhajirin dan
golongan Anshor sangat ditekankan oleh Rasulullah. Rasulullah sangat
menyadari bahwa kebersamaan, kekeluargaan dan persaudaraan merupakan salah satu
prasyarat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan hanya berfaedah bagi
kekuatan secara politik saja, tetapi juga dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi
masyarakat.
Dari sini terlihat bahwa
pemikiran ekonomi Rasulullah orientasi substanstifnya adalah ”kepada
kepentingan bersama masyarakatlah yang diutamakan”. Bahkan untuk tercapainya
arah dan tujuan dimaksud, Rasulullah sangat menekankan terciptanya ”efesiensi
sosial”. Artinya bagaimana ekonomi negara bisa dikelola secara bersama dengan
baik dan ketepat-gunaan yang tinggi sehingga kemakmuran dan kesejahteraan dalam
arti yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, prinsip
sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam pandangan ekonomi Rasulullah adalah
sangat dikedepankan. Implikasi dari pandangan ini adalah perintah Rasullah
untuk saling tolong-menolong antar sesama dalam segala aktivitas kehidupan,
terutama dalam tatanan ekonomi. Hak warisan harta ditinggalkan atas dasar
saudara seagama, tanah kepunyaan Ansar digarap bersama sama dengan Muhajirin.
Sehingga pada saat itu, dengan
sistem al-Muzara’ah, al-Mu’ajarah, yang diterapkan di atas prinsip at-ta’awun,Madinah
menjadi kaya dengan produksi dari hasil tanaman gandum, sayur-sayuran,
buah-buahan dan juga barli. Tidak hanya itu, kota ini juga adalah pengeluar
terbesar buah kurma atau tamar terutama menjelang musim kemarau.Daripada
penghasilan ini saja, kota Madinah dapat memainkan peranan penting dalam
perekonomian di kawasan sekitarnya
Inilah makna efisiensi sosial
atau ”efisiensi berkadilan”, karena memang dalam pandangan Rasulullah manusia
sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial, itulah yang harus
diutamakan, bukanlah pembangunan dan pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pandangan
ini sudah barang tentu berangkat dari nilai-nilai qur’ani yang menghormati
sesama manusia dan menekankan masalah ukhuwah/ persaudaraan (Qs.
Al-Hujarat : 10), ta’awun/ tolong menolong/ kebersamaan (Qs. Al-Maidah
: 3).
Di samping itu, kebijaksanaan
Rasulullah dalam bidang ekonomi juga terlihat ketika Rasulullah tidak serta
merta membebankan, ushr, dan jizyah bagi non-muslim pada saat
pondasi masyarakat belum begitu kokoh. Tapi ketika masyarakat Madinah memiliki
pondasi yang kuat dan menampakkan embrio kekuatan, baik di bidang politik
maupun ekonomi, barulah Rasulullah merancang sistem pemerintahan yang
ditandai dengan disepakatinya Piagam Madinah.
Dengan terbentuknya negara
Madinah, Islam semakin kuat, dan perkembangannya yang pesat membuat orang-orang
Makkah merasa Risau. Kerisauan ini akan mendorong orang Quraisy bertindak apa
saja. Di satu sisi, Madinah hampir tidak memiliki pemasukan atau pendapatan
negara.Untuk menghadapi kemungkinan itu, maka Rasulullah menggalang kekuatan
berupa pembentukan militer dan juga menganjurkan zakat yang sifatnya sukarela
dalam rangka membantu mempertahankan diri dari serangan musuh.
Pada tahun ketujuh Hijriyah,
kaum muslimin berhasil menaklukan Khaibar. Tanah hasil taklukan dikelola dengan
menerapkan sistem kharaj, yakni pajak tanah yang dipungut dari
non-Muslim. Dan sistem ini diterapkan di berbagai daerah taklukan, dan dalam
perkembangannya, kharaj menjadi salah satu sumber pendapatan negara
terpenting.
Dalam masa pemerintahannya juga,
Rasulullah menerapkan jizyah, yakni pajak yang dibebankan kepada
orang-orang non-Muslim, khususnya ahli kitab, sebagai perlindungan jiwa, harta
milik, kebebesan menjalankan ibadah, serta pengecualian dari wajib militer.
A. Pembentukan Pemerintahan
Islam di Madinah(pembangunan
politik)sejak diangkatnya Muhammad sebagai Nabi melalui proses turunnya wahyu sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ada dua periode yang dilalui Nabi, periode Makkah yaitu sejak turunnya wahyu pertama sampai dengan hijrah atau berpindahnya beliau bersama para pengikutnya ke Madinah , dan periode Madinah, yaitu sejak peristiwa hijrah sampai dengan wafatnya Nabi. Pada periode Makkah Nabi menyampaikan misi kenabian memperkenalkan ajaran Islam yang mengajarkjan ajaran tauhid. Misi Nabi ini mendapat tentangan keras dari penduduk Makkah yang dipelopori tokoh-tokoh suku Quarais, mereka bukan saja tidak menerima ajaran Tauhid yang ditawarkan Nabi, mereka menentang secara keras bahkan memberikan ancaman fisik kepada nabi dan orang-orang yang mengikutinya. . Kemudian dengan petunjuk dari Allah dan atas pertimbangan situasi social yang sangat tidak mendukung misi kenabiannya di makkah serta dengan mempertimbangakn kondisi yang lebih kondusip di Madinah maka Nabi Muhammad bersama pengikutnya melaksanakan Hijrah. Yaitu sebuah proses migrasi dari kota Makkah ke kota Madina.
Sejak itu dimulailah babak baru dalam masa kenabian. Berbeda dengan apa yang dialamai pada saat di kota Makkah, di Madinah Nabi dan para pengikutnya mendapat sambutan yang baik oleh penduduk Madinah. Secara social masyarakat Madinah ketika itu terdiri dari beberapa kelompok, kelompok-kelompok yang tergolong besar dan berpengaruh adalah kelompok Yahudi dan Arab. Kelompok Arab sendiri terdiri dari suku “Aus dan Khozroj. Masing-masing kelompok ini dalam rentang waktu yang cukup panjang selalu terlibat dalam pertikaian, mereka saling bertikai untuk memperebutkan kepemimpinan di antara mereka. Karena masing-masing mereka tidak ada yang mau mengalah, maka akibatnya Madinah masa itu menjadi kosong kepemimpinan.Di sisi lain mereka sudah berada dalam titik jenuh selalu bertengkar, mereka sudah merindukan suasana damai, akan tetapi mereka tidak mempunyai figure yang dapat mempersatukan mereka. Beberapa tokoh diantara mereka akhirnya menemukan figure itu ada pada pribadi Nabi Muhammad SAW. Karena itulah kehadiran nabi dan para pengikutnya di Madinah mendapat sambutan hangat bahkan Nabi dinobatkan sebagai pemimpin diantara mereka.
Dengan diterima dan diangkatnya Nabi Muhammad SAWW menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarahpun dimulai berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik .Ajaran Islam berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah . Nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan , bukan saja sebagai kepala agama , tetapi juga sebagai kepala Negara . Dengan kata lain , dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan , kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi, kedudukanya sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala negara.( Harun Nasution, 1985 : 101).
Sisi menarik dari system politik yang dibangun oleh Nabi adalah bahwa dalam Negara madinah itu dibangun dengan kondisi social penduduknya heterogen. . Adapun peta demografis Madinah pada saat itu terdiri dari :
1. Kaum muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Ansor.
2. Anggota suku Aus da Khazraj yang masih berada pada tingkat nominal muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi SAW.
3. Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut paganism (paganisme adalah paham dimana agama belum datang, dan paganisme cenderung menganut politheisme).
4. Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam 3 suku utama yaitu bani Qainuqa, Bani Nadhir dan Bani Quraidhah.( File:///G : Islam di Madinah-Gst.htm)
Etnis Arab dengan beraneka suku, dan juga berbagai jenis keyakinan, Yahusi dengan beberapa sektenya, Nasrani serta masyarakat suku paganism yang belum mempunyai agama, serta Islam sendiri. Keanekaragaman ini dapat dipersatukan dalam suatu sitem politik yang dibangun oleh Nabi. Pada masa kenabian tidak ada lagi perang antar suku, tidak juga ada superioritas kelompok tertentu atas yang lain. Semua dapat hidup damai, saling menghormati satu dengan lain. Hasilnya adalah Madinah yang awalnya adalah cikal bakal sebuah Negara, akhirnya menjelma menjadi sebuah kekuatan Negara baru. Sebuah Negara dengan konsep kebersamaan hak warga Negara, tidak membedakan ras, suku dan agama.
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu , Nabi SAW segera meletakan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, dasar-dasar itu antara lain :
Dasar pertama adalah sarana terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan, yaitu tempat pertemuan. Sarana yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti belajar-mengajar, mengadili perkara-perkara yang muncul dalam masyarakat, musyawarah, dan transaksi dagang. Nabi SAW merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar, dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.
Dasar kedua yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di dalam Islam), yaitu antara kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin).Nabi SAW mempersaudarakan individu-individu dari golongan Muhajirin dengan individu-individu dari golongan Anshar.Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan Mu'az bin Jabal. Dengan demikian diharapkan masing-masing orang akan terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini pula, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan.
Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka.Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang yahudi sebagai komunitas dikeluarkan.Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan , kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar .( Muhammad Husain Haekal,1990 : 199-205).
Dalam perjanjian itu jelas disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum , otoritas mutlak diberikan kepada beliau .dalam bidang social , beliau meletakan dasar persamaan antar sesama manusia . perjanjian ini dalam ketatanegaraan sekarang sering disebut dengan konstitusi madinah.Adapun isi dari konstitusi Madinah atau piagam madinah adalah
1) Setiap suku dan kelompok akan mengurus urusannya sendiri dan menyelesaikan sendiri sendiri perselisihannyamenurut hokum dan kebiasaannya sendiri.
2) Tidak ada pihak Yahudi atau muslim yang boleh melakukan persetujuan kapanpun jugadengan salah satu pihak atau kelompok yang tinggal di luar Madinah
3) Kalau terjadi pertempuran diluar batas-batas Madinah, tidak ada penduduk Madinah yang dapat dipaksa untuk bertempur di pihak manapun.
4) Orang Yahudi harus memberikan sumbangan biaya kalau mereka bertempur bahu-membahu dengan orang muslim melawan musuh bersama
5) Setiap suku ataunkelompok bebas menjalankan agamanya. Orang Yahudi menjalankan agamanya dan orang Islam menjalankan agamanya.
6) Kalau ada serangan di pihak luar,masing-masing pihak akan membantu pihak lain. Jika salah satu pihak terlibat pertempuran, pihak lain akan memberikan bantuannya. Dan jika salah satu pihak membuat perdamaian, pihak yang lainnya juaga membuat perdamaian dengannya. Tidak ada satu pihak pun juga yang akan memberikan perlindungan pada orang Quraisy di Mekah.
7) Kota Mekah adalah kota suci dan tidak boleh dilanggar oleh semua pihak yang menandatangani perjanjian tersebut.
8) Dalam semua perselisihan diantara pihak-pihak yang menandatangani perjanjian ini di Madinah, Nabi Muhammad akan bertindak sebagai wasit.(Afzalur Rahman, 2006: 180).
Dengan terbentuknya Negara Madinah , Islam makin bertambah kuat, perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekkah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau . Kerisauan ini akan mendorong orang-orang kafir Quraisy berbuat apa saja.Untuk menghadapi kemungkinan – kemungkinan gangguan dari musuh , Nabi sebagai kepala pemerintahan , mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara .Umat Islam diizinkan perang dengan dua alasan (1) untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya dan (2) menjaga keselamatanm dalam penyebaran kepercayaan dan memepertahankannya dari orang-orang yang menghalanginya.( Hassan Ibrahim Hasan,1989:28-29).
B. Pemerintahan Nabi Muhammad SAW di Madinah
Realita politik Madinah merupakan rangkaian strategis yang berimplikasi pada masyarakat Islam yang menerima perubahan-perubahan positif diantaranya: Pertama, Ikatan daerah atau wilayah, Dari sini Madinah merupakan tempat tinggal bagi ummat Islam. Kedua, jiwa kemasyarakatan, artinya dengan pemikiran dari ummat Islam Madinah dapat dipersatukan untuk tujuan yang sama. Ketiga, dominasi politik, hal ini terjadi karena keterlibatan ummat Islam secara langsung berperan dalam urusan-urusan politik.(Sirajuddin Ali,2006 : 6 )
Di Madinah, Nabi mengambil prakarsa mendirikan lembaga pendidikan. Pasukan Quraisy yang tertawan dalam perang Badar dibebaskan dengan syarat setiap mereka mengajarkan baca tulis kepada sepuluh anak- anak muslim. Semenjak saat itu kegiatan belajar baca tulis dan kegiatan pendidikan lainnya berkembang dengan pesat di kalangan masyarakat. Ketika Islam telah tersebar ke seluruh penjuru jazirah Arabia, Nabi mengatur pengiriman guru-guru agama untuk ditugaskan mengajarkan al-Qur'an kepada masyarakat suku-suku terpencil. Nabi SAW juga berhasil mewujudkan piagam politik yang merupakan langkah strategis. Karena meletakkan piagam sebagai persatuan hidup bagi seluruh penduduk Madinah dengan tidak membedakan keturunan, bangsa dan agama. Piagam ini merupakan naskah politik yang kedudukannya sebagai dustur atau konstitusi Madinah. Piagam ini mempunyai tiga bagian dan empat puluh tujuh poin. Tiga bagian tersebut, pertama, khusus berkaitan dengan orang-orang Islam Muhajirin dan Anshor. Kedua, khusus yang berkaiatan dengan orang-orang Yahudi. Ketiga, meliputi seluruh penduduk Madinah.(Sirajuddin Ali,2006 : 11 )
Menurut Ahmad Sukardja dalam karyanya “Piagam Madinah dan Undang-undang dasar 1945” menyatakan bahwa Piagam Madinah ini adalah konstitusi Negara Madinah yang dibentuk pada masa awal klasik Islam, tepatnya pada tahun 622M sebagai konstitusi yang dibuat oleh seorang Negarawan yang berkedudukan sebagai Rasul dengan dibantu oleh para sahabatnya.( Ahmad Sukardja,1995 :5)
Karena Piagam Madinah ini bertujuan untuk mengatur kehidupan bersama antara sesama ummat dan masyarakat Madinah yang majmuk. Dengan demikian berdasarkan piagam Madinah yang telah ditetapkan dan di sepakati bersama oleh seluruh elemen masyarakat Madinah yang majemuk, maka Madinah secara otomatis menjadi Negara (City State) yang berdaulat, dimana Nabi sebagai pendirinya dan Nabi dipandang bukan saja sebagi Nabi dan Rasul tetapi pada saat yang sama Nabi dipandang sebagai kepala Negara.( Harun Nasution , 1985 : 22 ).. Dalam konteks ini Munawir Sadjali memberikan tanggapan bahwa banyak diantara pemimpin dan pakar ilmu politik Islam beranggapan bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi atau undang-undang dasar bagi Negara Islam yang pertama dan didirikan oleh Nabi di Madinah.( Munawir Sadjali, 1990 : 10 )
Nabi Muhammad saw merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan kepada masyarakat Arab sistem pendapatan dan pembelanjaan pemerintahan. Beliau mendirikan lembaga kekayaan masyarakat di Madinah. Lima sumber utama pendapatan negara Islam yaitu Zakat, Jizyah (pajak perorangan), Kharaj (pajak tanah), Ghanimah (hasil rampasan perang) dan al-Fay' (hasil tanah negara). Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim atas harta kekayaan yang berupa binatang ternak, hasil pertanian, emas, perak, harta perdagangan dan pendapatan lainnya yang diperoleh seseorang. Jizyah merupakan pajak yang dipungut dari masyarakat non muslim sebagai biaya pengganti atas jaminan keamanan jiwa dan harta benda mereka. Penguasa Islam wajib mengembalikan jizyah jika tidak berhasil menjamin dan melindungi jiwa dan harta kekayaan masyarakat non muslim. Kharaj merupakan pajak atas kepemilikan tanah yang dipungut kepada setiap masyarakat non muslim yang memiliki tanah pertanian. Ghanimah merupakan hasil rampasan perang yang 4/5 dari ghanimah tersebut dibagikan kepada pasukan yang turut berperang dan sisanya yaitu 1/5 didistribusikan untuk keperluan keluarga Nabi, anak-anak yatim, fakir miskin dan untuk kepentingan umum masyarakat. al-Fay' pada umumnya diartikan sebagai tanah-tanah yang berada di wilayah negeri yang ditaklukkan, kemudian menjadi harta milik negara. Pada masa Nabi, Negara mempunyai tanah-tanah pertanian yang luas, yang hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum masyarakat. ( Ilmu Tuhan.blogspot.com/pemerintahan Nabi Muhammmad SAW html.)
C. Usaha Rasulullah Dalam Mempertahankan Pemerintahan Islam di Madinah
Dalam sejarah Madinah ini juga banyak terjadi peperangan sebagai upaya kaum muslimin mempertahankan diri dari serangan musuh .Nabi sendiri di awal pemerintahannya , mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi siaga melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan Negara yang baru dibentuk .Perjanjian damai dengan berbagai kabilah disekitar Madinah juga diadakan dengan maksud memperkuat kedudukan Madinah.( Badri Yatim,1994 : 27 ).
Peperangan tidak dapat dihindari lagi, karena kafir Quraisy tidak ingin Rasululllah menyebarkan dan ajarannya. Karena secara tidak langsung, beliau akan membuat mereka miskin dan tidak memiliki harta. Itulah anggapan mereka atas ajaran Rasulullah SAW. Untuk menghadapi serangan dari kafir Quraisy Rasulullah melakukan usaha sebagai berikut:
a. Memerintahkan semua orang Islam untuk berperang.
b. Mempersiapkan telik sandi atau mata-mata dengan memerintahkan Said bin Zaid dan Thalhah bin Abdullah untuk mengawasi pasukan musuh dan kondisi sekitar Mekah dan Madinah.
c. Melatih delapan orang muhajirin untuk menjadi pasukan perang dan mengawasi daerah-daerah tertentu.( Amr Khalid,2009: 394)
Adapun Perang yang terjadi masa Rasulullah terbagi atas dua bagian,(Azyumardi Azra,2005 :14-16 ) yaitu:
a. Ghazwah, yaitu perang yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW.
Adapun yang termasuk dalam kategori perang ini adalah
1) Perang badar (17 Ramadhan 2H)
Perang ini disebabkan oleh tindakan pengusiran dan perampasan harta kaum muslim yang dilakukan oleh kaum kafir quraisy. Sebagai pemenangnya adalah kaum muslim. Orang kafir terbunuh 70 orang dan 70 orang menjadi tawanan. Sedangkan umat Islam yang gugur sejumlah 14 orang. Untuk menangani tawanan perang ini, Rasulullah memutuskan bahwa akan membebaskan tawanan sesuai kemampuannya. Tawanan- tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan apabila bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih buta aksara
2) Perang Uhud (Sya’ban 3 H)
Perang ini terjadi di bukit Uhud sebagai tindakan balas dendam orang kafir Quraisy terhadap orang Islam atas kekalahannya pada perang Badar. Dalam perang ini Kaum muslimin dapat dikalahkan dari kemenangan yang sudah diambang. Hal ini disebabkan oleh orang-orang Islam yang sibuk berebut harta rampasan. Akibatnya 70 orang Islam gugur sebagai syuhada.
3) Perang Khandaq(Syawal 5 H)
Perang ini terjadi di sekitar Madinah bagian utara. Perang ini juga disebut perang Ahzab (perang gabungan). Strategi perang nya menggunakan parit sebagi pertahanan. Usaha tersebut ternyata berhasil menghambat pasukan musuh.
4) Perang Mu’tah (8 H)
Perang ini terjadi karean Haris Al Ghassani menolak ajakan Nabi untuk masuk Islam. Pasukan Islam dibawah pimpinan Zaid bin Haritsah kesulitan menghadapi pasukan Al Ghassani. Bahkan Zaid bin Haritsah sendiri gugur. Akhinya dibawah pimpinan Khalid bin Walid berhasil menyelamatkan pasukan Muslim dari kepungan musuhnya. Keberhasialan ini membawa dampak yang positif terhadap Dakwah Islam, yaitu banyak suku-suku disekitar Madinah dan Mekah yang masuk Islam.
5) Fathul Mekah (8H)
Penyebab dari perang ini adalah pelenggaran orang kafir Quraisy terhadap perjanjian Hudaibiyah dengan menyerang Bani Khuza’ah yang berada dibawah perlindungan kaum Muslimin. Kaum Muslimin dapat menghancurkan kota Mekah beserta berhala-berhalanya.
6) Perang Hunain (8 Safar 8 H)
Sebagai akibat balas dendam atas kekalahan orang kafir Quraisy pada peristiwa Fathul Mekah. Dalam peristiwa ini Pasukan Islamlah sebagai pemenangnya.
7) Perang Thaif (8 H)
Peristiwa ini terjadi karena sisa pasukan kafir Quraisy malarikan diri dan bersembunyi di benteng Thaif. Akhirnya Rasulullah memblokade kota Thaif dan membakar ladang anggur yang merupakan sumber daya alam andalan orang Thaif. Usaha ini telah membuat orang Thaif menyerah dan masuk Islam
8) Perang Tabuk (9 H)
Perang ini terjadi karena penyerangan pasukan Romawi dibawah kepemimpinan Heraclius. Namun setelah melihat kekuatan pasukan Islam sangat besar, pasukan Romawi mundur. Nabi tidak melakukan pengejaran, namun berkemah di Tabuk dan membuat perjanjian dengan penduduk setempat untuk bergabung dengan pasukan Islam.
b. Sariyah, yaitu perang yang dipimpin oleh sahabat atas penunjukan Naqbi Muhammad SAW. Adapun yang termasuk sariyah adalah.
1) Sariyah Hamzah bin Abdul Muthalib (Ramadhan 1 H).
Pertikaian ini terjadi di dataran rendah Al Bahr. Peristiwa ini tidak menimbulkan korban.
2) Sariyah Ubaidah bin Harits (Syawal 1 H)
Peristiwa ini terjadi di Al Abwa’ dan tidak sempat terjadi bentrok fisik.
3) Sariyah Abdullah bin Abi Jahsyi (Rajab 2 H)
Perang ini terjadi di Nakhlah, antara Thaif dan Mekah. Kemenangan ada pada orang Islam. Kemudian timbul fitnah dari orang Quraisy bahwa orang Islam telah melanggar bulan suci. Kemudian turunlah Surah Al Baqarah ayat 217, yang menjelaskan tentang ketentuan berperang pada bulan haram (Rajab).
4) Sariyah Qirdah (Jumadil Akhir 3 H)
Peristiwa ini berlangsung di sumur Qirdah, Najd dan dipimpin oleh Aid bin Haritsah. Kemenangan ada pihak kaum muslimin. Disinilah terdapat ghanimah pertama dalam sejarah perang Islam.
5) Sariyah Bani Asad (4 H)
Sariyah ini terjadi di gunung Asad, sebelah timur Madinah). Pasukan Islam dipimpin Abu Salamah Al Mahzum dan berhasil menghadang Bani Asad yang akan menyerang Madinah.
6) Sariyah Ka’b bin Umair Al Giffari (8 H)
Penyebab peristiwa ini adalah penolakan kaum musyrikin di Zat Atlah, suatu tempat di Syam, terhadap ajakan utusan Nabi SAW untuk memeluk ajaran Islam. Pasukan Islam gugur semua kecuali Ka’b bin Umair Al Ghiffari.
D. Nilai-nilai Keteladanan Kisah Nabi di Madinah
1. Ukhuwah Islamiyah antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
2. Nilai toleransi antar umat beragama.
3. Mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi.
4. Keadialan harus tetap ditegakkan walau kepada orang non Muslim.
5. Waspada dan hati-hati terhadap orang-orang Non Islam karena bagaimanapun mereka tidak rela kalau Islam maju.
6. Kegigihan Rasulullah dalam berdakwah menyebarkan Islam.
7. Keberhasilan Rasulullah di Madinah ini juga didukung dengan akhlaknya yang mulia dan kekuatan pasukannya.
BAB IV
PENUTUP
- A. Kesimpulan
Dari
penjelasan makalah di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa dakwah
Rasulullah SAW periode Madinah itu merupakan dakwah lanjutan yang dilakukan
Rasulullah SAW pada saat beliau hijrah dari kota Mekah ke kota Madinah. Dimana
dalam periode Madinah ini, pengembangan Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar
pendidikan masyarakat Islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Ahmad, Fajr al-Islami, Kairo : Maktabah
Al-Nahdhah Al-Mishriyah, 1975.Ehoza, Ahli Fiqir, “ Cara Rasulullah Atasi Krisis Ekonomi”, dikutip dari http://www. ehoza. com/ v4/ forum/info- pengetahuan-am/51857-cara-rasulullah-atasi-krisis-ekonomi.html, akses tanggal 7 Oktober 2010.
Firman, “Kisah Rasulullah Membangun Sistem Ekonomi Islam”, dikutip dari http:/ /kawansejati.ee.itb. ac.id/ kisah- rasulullah-membangun-sistem-ekonomi-islam, diakses tanggal 7 Oktober 2010
Karim, Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, edisi ketiga, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007.
Khan, Muhammad Akram, An Intrduction to Islamic Economics, Islamabad: IIIT Pakistan,1989
Kholis,Nur, “Penegakan Syariat Islam Di Indonesia: Perspektif Ekonomi”, Jurnal Ilmiah Al Mawarid FIAI UII, Edisi XVI Tahun 2006
Leboun, Gustav, Hadharat al-Arab, Kairo : Muthba’ah Isa Al-Babi Al-Halabi, t.t
Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah, Jakarta : Pustaka AL-Kausar, 1997.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, jilid 1, Jakarta : UI Press, 1985.
Syarqowi, Abdur Rahman, Muhammad Sang Pembebas : Sebuah Novel Sejarah,Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2003.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003.
0 komentar:
Post a Comment